Sebelum ini pernah juga kutuliskan tentangmu. Pukul 00.01
tertanggal 7 Agustus 2020. Ya, tepat di hari kelahiranku. Tidak pernah
sebelumnya kuurusi siapa-siapa saja yang ikut beruforia di tanggal tersebut.
Tapi entah kenapa kau lah satu-satunya orang yang kuingat pada saat itu. Rindu
kah? Menyesal kah? Merasa bersalah kah? Tidak, aku tidak tahu. Bahkan tak
kunjung kutemui jawabannya hingga kini. Aku tuliskan di situ, “Pernahkah kau
menyelamatiku?”. Kucoba menggali memori yang bahkan tak kuingat sama sekali
kenangan apa saja yang pernah kulalui denganmu. Tak satupun. Iya, tak satupun.
Aku bahkan masih mengobrak – abrik ingatan tentangmu. Dan hasilnya hanya memori
pahit yang terangkat. Kau hanya meninggalkan luka yang belum mampu kubalut.
Mungkin hanya kau orang yang mampu melakukannya. Tahu kah kamu luka itu
menghitamkan lalu mengeraskan hatiku padamu? Itu menjadi bibit yang membuat aku
tidak akan peduli sama sekali pada orang yang teramat melukai hatiku. Kau
penyebabnya. Kau.
Masih melekat dengan jelas masa dimana aku harus menangis,
merengek karna tidak mau berpisah dengan ibu --- tapi harus kulakukan itu demi
meringankan pundaknya. Kumenangis sekencang – kencangnya, tanpa peduli orang
melihatku. Dimana kau waktu itu? Kau biarkan anak yang masih duduk dibangku
kelas 5 SD meronta – ronta tiap saat berpisah dengan ibunya. Aku anak perempuan
bungsumu yang seharusnya mendapat cinta darimu. Berlebihan kah itu? Kutipan
“Cinta pertama dari perempuan adalah bapaknya” sedikit pun tidak berpihak
padaku. Kau pergi. Kau tak acuh.
Gemetar tanganku, berdegup kencang jantungku saat kudengar
suaramu lewat telepon seluler. Sejak perpisahan itu, tidak pernah kudengar
kabar darimu. Tapi tiba – tiba kau menghubungiku ketika aku duduk di bangku SMA
kelas 1. Rasa takut, rusuh hati menghampiriku seketika. Takut bertemu denganmu.
Rentan waktu dari Sekolah Dasar hingga Menengah Atas bukanlah waktu yang
singkat untuk menjadi asing denganmu. Masih juga kuingat nominal uang yang kau
berikan padaku saat bertemu. 500.00 ribu rupiah pak. Aku anak perempuanmu. Aku
tanggung jawabmu. Sudah semestinya kau menafkahiku. Tapi kemana saja kau?
Aku hanya menggenggam kenangan pahit tentangmu. Tentang
semua hal pahit yang tidak seharusnya seorang laki – laki atau bapak lakukan.
Tak kusangka kejadian yang kulihat sewaktu kecil menjadi racun sewaktu tumbuh.
Hatiku sama sekali tidak goyah ketika kudengar kabar kepergianmu yang
selamanya. 2015 atau 2016? Aku lupa. Jam 4 pagi aku mendapat kabar setelah
beberapa minggu sebelumnya aku pergi ke Lembang untuk mengunjungimu yang sedang
sakit. Berat hati menerima ajakan mbak untuk pergi. Tapi mbak bilang, “Ikut
dek, mungkin ini kali terakhir kita ketemu bapak.”. Dan benar adanya. Tuhan
memanggilmu. Aku bangun dari tidur lelapku dan mengambil wudhu. Setelah
berwudhu, aku berhenti di depan cermin berkata pada diri sendiri, “Ini yang
meninggal bapakmu nduk, bapakmu. Heh sadar. Keras sekali hatimu. Heh.”. Sambil
kutepuki dadaku berkali – kali waktu itu. Tidak berbakti kah aku padamu pak?
Menangis. Aku menangis menulis ini. Sendiri. Iya sendiri
pak. Ingin rasanya kau menggenggam tanganku, mengelus rambutku, menasihatiku,
mendengar keluh kesahku. Tapi tidak mungkin. Mungkin lewat luka yang belum
mampu kubalut inilah kusemai cintaku padamu. Baru sekarang kusadari meski belum
sepenuhnya aku terima, belum sepenuhnya aku terbuka pada diriku sendiri tentang
kekosongan ini. Maaf, maaf beribu maaf tak kubalas permintaan maafmu sewaktu di
Lembang. Terlepas dari apapun yang terlanjur berlalu, sekarang aku bisa
berkata, “Kalau bapak tidak begitu, mungkin aku bukan aku yang sekarang.”.
Terimakasih pak. Maafkan Mega. Kau bapakku. Aku anakmu. Kuudarakan selalu doa
untukmu. Al-Fatihah.
- Persinggahan, 23:01, 16 September 2021 -
Ini prnh yg kau curhati,
ReplyDeleteKau blg," pi tau ngga aku tuh smpai berdiri d dpn cermin ngomong, "ini bapakmu nduk yg meninggal", dan kau tdk menangis sama sekali
Iyo. Sekeras itu memang
DeleteSetiap orang memiliki lukanya sendiri Dan pasti akan mendapatkan obatnya sendiri. Alfaatihah 🤲
ReplyDeleteBerdamai dengan masa lalu yang pahit tidaklah mudah. Tapi lambat laun kerasnya hati ini akan melunak bersama kerinduan pada dia yang kita anggap tak perlu diingat2 dan diperduliakan lagi sebab luka yang pernah ditorehkannya di masa lalu.
ReplyDeleteTapi Ayah tetaplah Ayah. Akan selalu ada setitik rasa rindu diantara lautan kekecewaan ini. Lambat laun akan bertambah sendu kala tak bisa lagi bertemu.
Seorang ayah memiliki pola fikirnya sendiri dalam memutuskan masalah, tapi pastinya itu di pilih krn menjadi pilihan terbaik yg bisa d ambil..
ReplyDeleteSering kali mrk tak mau menampakkan kelemahannya d hadapan anaknya agar menjadi contoh ketegaran hidupnya..
Setiap org memiliki sisi baik dan buruk dlm hidup, jgn sampai kebaikan yg banyak d berikannya tertutupi krn 1 hal buruk yg d lakukannya...
Cobalah renungkan...
Bayangkan...
Apa hal indah yg pernah d lalui bersama...
Saat ini, kirimkan doa d setiap penghujung ibadahmu, krn mgkin dia sangat kesepian d sana...
Mgkin sampai saat ini dia masih sangat mengharapkan kau ziarahi dan doakan...
Cobalah untuk memaafkan...
This comment has been removed by the author.
DeleteSaja dua kata yang ingin ku ucap
ReplyDeleteAku ingin ikut denganmu dan aku merinduh dirimu...