Kudu Sinau

Kemesraan tak melulu tentang sepasang kekasih yang sedang merasakan anugerah cinta dari Yang Maha Kuasa. 
Ada banyak hal yang melibatkan kemesraan.
Ibu dengan anaknya.
Kakak dengan adiknya.
Tuhan dengan hambaNya.
Bahkan guru dengan muridnya.
Guru menyampaikan ilmu yang telah dipelajari ke muridnya.
Guru bertanya apakah masih ada bagian yang belum dimengerti ke muridnya.
Guru menjelaskan kembali bagian yang masih dibingungkan oleh muridnya.
Guru memberikan nasihat ke muridnya.
Guru bercanda dengan muridnya.
Guru mengobrol dengan muridnya.
Bukankah ada kemesraan di sana?
Lantas bagaimana hubungan itu bisa langgeng kalau salah satu nya tak mengerti adanya hubungan di sana?

Tulisan itu tercatat pada pukul 13:42 WIB, 19 Agustus 2019, dua tahun silam. Aku menulisnya tepat setelah rasa kesal menghantam. Waktu itu aku kecewa dan kesal pada keadaan. Keadaan di kelas. Hanya ada satu peserta didik saat itu. Satu tapi amat sangat menguras tenaga, pikiran, dan perasaan. Kucoba menyelami dirinya, keadaannya, hatinya, pikirannya, dan juga keinginannya. 

Tapi setelah beberapa hari, aku mulai berpikir sepertinya dia tidak melakukan hal yang serupa, menyelami. Penjelasan yang aku sampaikan tidak bisa dia jabarkan kembali meskipun hanya berjeda beberapa detik. Tidak hanya sekali dua kali penjelasan diulangi. Dan ternyata juga tidak hanya sekali dua kali pula dia tidak mampu menjawab pertanyaanku. Selama beberapa hari, pertanyaan yang kusampaikan selalu sama tetapi tidak jua dia mampu menanggapi. Tibalah aku pada titik tidak sabar dan marah. Tidak mampu menahan.

Amarah memiliki kata dasar marah. Marah adalah salah satu luapan perasaan. Kata "luapan" dalam definisi marah berarti melimpah atau tumpah, tak ada wadah lagi. Memang perlu ditumpahkan karna sudah menumpuk. Tapi jangan lupa kalau dalam kamus juga ada kata "meredam". Meredam memiliki kata dasar redam --- berarti mengurangi atau menghilangkan. Tak apa kalau tidak mampu menghilangkan sama sekali, masih ada kata "mengurangi" di sana. Jangan menjadi lemah hati dan pikiran. Redamlah biar amarahmu tak meluap-luap.

Pada kenyataannya saat itu, hati dan pikiranku sangat lemah. Jangankan menghilangkan, mengurangi saja tak kuasa. Aku belum cukup menyelam ternyata. Masih sangat kurang. Aku cenderung menyalahkan peserta didik tersebut dengan bermacam - macam alasan. Aku tidak mencoba melakukan introspeksi. 

Introspeksi,
Nama lain darinya adalah mawas diri.
Makna darinya adalah peninjauan atau koreksi terhadap diri sendiri.
Baik dari segi perbuatan, sikap, kelemahan, kesalahan, ataupun pemahaman.
Kritik dan saran juga diperlukan. Apa dan kenapa menjadi pertanyaan.
Pembelaan diri menjadi alibi.
Bukan tentang siapa yang memberi dan yang diberi.
Tetapi lebih pada kesadaran diri dari kedua sisi.

Mungkin dulu kita berdua belum memahami hal tersebut. Seharusnya waktu itu aku harus lebih kapabel meredam kalakian mengoreksi diri. Tapi itulah yang disebut dengan tumbuh. Masih kudu banyak belajar. Tentang apapun itu.

Comments

  1. Alhamdulillah th 2019, berarti bukan aku 🤭

    ReplyDelete
  2. Setiap org terlahir unik dan tidak selalu sesuai dengan ekspektasi kita...
    Krn itu kita perlu banyak bersosialisai spy bisa memahami karakter org lain...
    Apalagi ketika kita membagikan pengetahuan, bukan kewajiban kita utk membuat nya faham, itu adalah hak pemilik pengetahuan itu sendiri...
    Berusaha lah sebaik mungkin saat menjelaskan, tp pasrahkan hasilnya pd yg kuasa spy hati tak terluka saat ekspektasi tak menjadi nyata...

    ReplyDelete

Post a Comment