Seingat Ara, dulu sekali diawal-awal kedekatan mereka, Ara pernah merengek-rengek agar dibelikan coklat oleh Agam. Waktu itu mereka berdua sedang duduk bersebelahan di sebuah warung makan untuk menyantap makan siang. Di warung makan itu jugalah Agam terbiasa menyeruput secangkir kopi hitam yang disandingkan dengan cerutu. Agam termasuk laki-laki yang sederhana. Dia tak bergaya macam-macam. Pilihan menu makan juga tak merepotkan. Tapi dia sama sekali tidak doyan buah-buahan. Nggak makan nggak masalah yang penting bisa ngrokok dan ngopi merupakan pedomannya.
"Ayolah Gam beliin aku coklat. Coklat doang Gam, ayolah beliin! Ya?"
"Aiisssh.....buat apa coklat? Makan aja nasimu tu!"
"Ya dimakan lah. Kok malah buat apa! Ayo Gam, beliin. Ya ya ya???"
"Nggak usah. "
"Gitu tu Agam tu. Aku cuma minta coklat kagak dikasih."
Saking dongkolnya Agam dengan gerutuan Ara, langsung Agam bilang, "Bukannya aku nggak mau beliin Ra. Sekarang aku lagi nggak ada uang. Nanti kalau aku ada uang, kamu mau minta apa aja bakal aku beliin."
Mendengar tanggapan seperti itu dari Agam, Ara hanya menganggapnya angin lalu. Ara tidak pernah berpikir bahwa Agam akan menepati omongannya. Namun nyatanya Agam hampir selalu menuruti permintaan Ara, apapun itu. Jauh dekat. Mahal murah. Susah gampang. Banyak sedikit. Lama sebentar. Agam akan mengusahakannya terlebih dahulu. Ketika dia mampu, maka akan dia wujudkan.
Begitupun dengan boneka dari Agam. Pada mulanya Ara sekadar berucap bahwa dia pengen dikado untuk hari lahir yang kesekian kalinya. Saat itu Ara lagi merasa kesal sama Agam karena dia sama sekali tidak bisa dihubungi. Berkali-kali Ara mengirim pesan tapi tidak berbalas. Sekalinya Agam balas, dia hanya bilang "nanti dulu". Karena Ara bukanlah seorang penyabar, dia tetap mengudarakan pesan. Bahkan dia menelepon Agam berkali-kali tanpa jenuh. Ara cemas. Tidak biasa-biasanya Agam tidak bisa dihubungi. Tidak pernah dia menghindari Ara.
"Ngapain telepon? Kan aku udah bilang nanti dulu," dia berbicara dengan geram, "Matiin aja!"
Ara menggeleng seolah Agam melihatnya. "Kenapa dulu Gam? Kamu tu kenapa?"
"Kebiasaan ya. Aku bilang nanti aja ya nanti aja."
Sambungan telepon pun terputus dengan tanpa adanya penawar untuk kecemasan Ara ke Agam.
Beberapa bulan setelah itu, tiba-tiba Agam menghubungi Ara lewat telepon genggamnya. Ara pun dengan antusias yang luar biasa langsung menjawabnya.
"Kemana aja? Ngapain aja kamu? Chatku cuma dibalas sekali. Ditelepon ketus kali jawabnya."
Seperti biasanya, Agam menanggapinya dengan tertawa sambil bilang, "Dirumah aja aku tu, nggak kemana-mana."
"Nggak. Kamu pasti boong."
"Nggak cuma kamu Ra yang nggak aku gubris chat dan teleponnya. Teman-temanku yang lain pun juga tidak aku hiraukan. Nggak cuma kamu. Beneran."
Setelah Ara agak redam dengan emosinya, Agam mulai menjelaskan kenapa selama ini Agam amat sangat susah dihubungi. Barulah Ara tenang setelah mendengar penjelasan Agam.
Mulailah mereka membincangkan hal-hal lain hingga sampai ke titik permintaan kado. Ara sedikit bergaya merengek waktu meminta kado pertama dari Agam itu. Agam pun juga tidak langsung menyetujuinya. Sehingga itu menyebabkan Ara semakin merengek dan akhirnya memaksa. Mungkin Ara tidak tahu malu, tapi itu sudah menjadi hal lumrah yang dilakukannya ke Agam. Setelah melalui beberapa paksaan, Agam mengiyakan permintaan Ara. Dia menanyakan kado apa yang Ara mau. Pada saat Ara menyebutkan boneka beruang besar sebagai permintaannya, Agam sedikit bimbang tapi alhasil tetap disetujuinya.
"Ya udah nggak pa pa. Terserah kamu aja lah. Ya namanya juga perempuan, adalah pasti keinginan seperti itu.", terang Agam ke Ara ketika Ara bertanya kenapa Agam akhirnya menerima permintaannya.
Keesokan harinya, Ara langsung berselancar di social media untuk mencari toko yang menjual barang yang dia mau. Setelah beberapa lama, dia menemukan toko yang cukup terpercaya. Ara pun menscreenshot halaman tersebut yang lantas dikirimkan ke Agam. Ara ingin mengonfirmasi harga boneka beruang coklat besar tersebut ke Agam. Harga yang cukup mahal sebenarnya. Tapi tanpa pertimbangan apapun, Agam langsung menyilahkan Ara memesan barang tersebut. Ketika itu juga Ara langsung menghubungi nomor yang tertera di halaman tersebut. Setelah berbincang-bincang dengan penjualnya, Ara berkenan dan langsung mengisi formulir pembelian. Setelah pengisian, barulah Ara memberitahu Agam bahwa uang bisa langsung ditransfer ke penjualnya.
"Udah nyampek belum barangnya?", tanya Agam setelah beberapa hari pembayaran.
"Belum. Aku milih bebas ongkir, jadi nyampeknya lama."
"Kenapa nggak milih yang pakek ongkir aja biar cepet nyampeknya?", tanggap Agam.
#bersambung
Halooo Araaa..!?
ReplyDeleteLanjuutttt
ReplyDeleteAgam dah kayak mas-mas di Wattpad 😂
ReplyDeleteSahabat sehidup semati cocok iki...
ReplyDelete